GARUT WARTA SUKAPURA-Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan dan menjadi concern Pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah telah melakukan upaya pembaharuan dalam mengelolah sumberdaya air dan irigasi sebagaimana diamanatkan UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Implementasi dari kebijakan dan regulasi tersebut perlu dilakukan secara terintegrasi dan saling mendukung.Demikian ungkap Kepala Bidang Konservasi dan Pengembangan Sumberdaya Air Dinas SDAP Pemkab Garut Guriansyah,ST.MPd pada WARTA SUKAPURA di ruang kerjanya belum lama ini.
Menurut Guriansyah, implementasi kebijakan dan regulasi pengembangan dan pengelolaan sumber daya air diharapkan dapat merubah pola pikir (mains set) dan pendekatan pembangunan yang semula cenderung dari atas kebawah (top down) menuju partisipatif, dialogis dan bottom up sehingga memberi peran yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah (propinsi dan Kabupaten Kota) sesuai batas kewenangan yang telah diatur hingga kepada petani/ Perkumpulan Pemakai Air (P3A) dalam pengambilan Keputusan dan pelaksanannya dalam pengembangan dan pengelolaan umberdaya air dan irigasi.
Sedangkan dalam hal ini kata dia, peran pemerintah daerah dalam rangka pemberdayaan tetap masih berperan sebagai fasilitator dan pendamping untuk menumbuhkembangkan swadaya masyarakat.
“Menyadarai kelemahan model pembangunan yang bersifat top down tersebut, sejak sekitar dua dekade yang lalu tepatnya pertengahan tahun 1980-an pemerintah mulai melaibatkan masyarakat pengguna air irigasi dalam pembangunan keirigasian,”ujarnya.
Guriansyah mengemukakan,pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan pada dasarnya adalah upaya pemberdayaan, yaitu untuk memperkuat posisi seseorang atau sekelompok orang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan yang bersangkutan untuk mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan mencari langkah-langkah untuk mengatasinya.
Masih menurut dia,pendamping masyarakat dapat berasal dari komonitas lokal (pemanfaat air irigasi, tokoh masyarakat, pemuda tani, tokoh agama dsb) atau dari luar komonitas (petugas lapangan dari instansi pemerintah, tenaga profesional yang direkrut dan dilatih oleh LSM atau perguruan tinggi).Upaya pemberdayaan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik tanpa keberadaan lembaga pendampingan.
“Tenaga pendamping Petani/ masyarakat (TPP/TPM) dikenal pula dengan sebutan Fasilitator, Community Organizer (CO), atau Social Organazer, adalah agent yang berperan dalam memfasilitasi aspirasi dan keinginan masyarakat serta menjadi penghubung antara masyarakat dengan pihak luar, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya,”katanya seraya mengatakan,pendampingan merupakan upaya untuk menyertai masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik secara mandiri.
Lebih lanjut Guriansyah mengatakan,Program Participatory Irrigation Sector Project (PISP) adalah sebuah program yang akan mengembangkan dan mengupayakan agar masing-masing Kelembagaan Pengelolaan Irigasi baik pusat maupun daerah termasuk masyrakat petani pemakai air yang tergabung dalam organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A) dapat berperan aktif dalam penyelenggaran irigasi.
Program kegiatan Prticipatory Irrigation Sector Project kata dia, dibiayai oleh Loan ADB 2064(SF), 2065-INO dan Grant GON 4299-INO. Kabupaten Garut sendiri mendapat program tersebut senilai Rp15 miliar dan sudah teraplikasikan
Adapun sasaran yang ingin dicapai paparnya, dengan pelaksanaan kegiatan Pembinaan Perkuatan Kelembagaan Sumber Daya Air Program PISP di Kabupaten Garut, adalah pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif serta pengaturan kembali tugas, wewenang , dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air dan penyempurnaan sistem pembiayaan untuk mewujudkan keberlanjutan sistem irigasi.(BDN/DBY)***